Jadi Dosen saat Masih Duduk di Bangku SMP
Usianya kini 19 tahun. Namun, Dimas
Hokka sudah mengukir prestasi mengagumkan sejak belia. Yang paling
mencengangkan, ketika masih berusia 13 tahun dan duduk di bangku SMP,
dia sudah menjadi dosen. HINGGA kini, Dimas memegang empat rekor
Muri (Museum Rekor Dunia Indonesia). Yang pertama dia pecahkan saat
masih duduk di kelas enam sekolah dasar (SD). Yaitu, rekor menghitung
lebih cepat daripada kalkulator.
Kedua, Dimas mengukir rekor Muri dalam
memprediksi tanggal, bulan, serta tahun lahir seseorang menggunakan
aritmatika. Ketiga, memprediksi biografi seseorang menggunakan ilmu
aritmatika.
Terakhir dan yang paling membuat orang
geleng-geleng kepala adalah menjadi dosen ketika usianya masih 13 tahun.
Saat itu, dia masih duduk di bangku kelas 2 SMP di Semarang. Dia
mengajar bahasa Inggris di Universitas 17 Agustus Semarang.
Hebatnya, semua keahlian tersebut tidak
diperoleh dari lembaga pendidikan, tapi belajar secara otodidak. Saat
ini, Dimas kuliah di Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Indonesia
(UI), semester dua.
Pada rekor pertamanya, dia mampu
memecahkan hitungan penjumlahan angka tiga digit sebanyak 43 baris dalam
waktu dua detik. ”Kemampuan berpikir manusia jauh di atas mesin
kalkulasi apa pun. Sayangnya, tidak digunakan maksimal,” ujarnya.
Menurut dia, menghitung cepat seperti itu cukup menggunakan bayangan
dalam otak.
Sebelumnya, Dimas mengaku pernah
mempelajari teknik sempoa. Namun, karena dinilai kurang cepat, dia
kemudian menggunakan cara yang dikembangkan sendiri, sehingga dapat
menghitung hanya dalam hitungan detik. ”Kalau tidak dikembangkan, ya
sama saja dengan yang lain,” ujarnya.
Lain lagi untuk rekor kedua yang
berkenaan dengan bahasa logika 1 dan 0. Seperti pesulap, dia mampu
menghitung tanggal lahir, bulan, dan tahun menggunakan langkah logis,
aritmatika, dan bahasa logika.
Cara kerjanya, seseorang hanya perlu
menjawab iya atau tidak atas pertanyaan yang dia ajukan. Jawaban ya
untuk 1 dan tidak untuk 0 atau sebaliknya. Kemudian, dari jawaban
tersebut, dirinya akan membentuk sebuah grafik dari fungsi x di mana dia
akan memilih daerah dengan probabilitas terbesar.
Bila grafik matematika biasa dibuat ke
arah kanan atau maju, dia memulai grafik dari akhir ke mula (belakang ke
depan) atau menarik mundur garis yang diciptakan pada grafik. Hasilnya
adalah angka kelahiran seseorang.
Tak ingin berhenti menggunakan kemampuan
yang dimiliki, Dimas mulai mengutak-atik lagi angka-angka yang biasa
dia mainkan. Kali ini untuk mengetahui riwayat hidup seseorang.
Bukan hanya tanggal lahir, kini nama
seseorang yang sedang kita pikirkan atau bagaimana perasaan kita bisa
ditebak menggunakan bahasa logika 1 dan 0. ”Semua menggunakan logika dan
langkah-langkah yang benar,” ungkapnya.
Permainan angka memang salah satu
favorit dia. Namur, hari-harinya tak selalu dilewatkan untuk
mengutak-atik angka dan menjadi kutu buku. Pemuda itu tumbuh layaknya
remaja biasa dengan berbagai aktivitas menyenangkan. Misalnya, menonton
film dan membaca.
Merasa kurang nyaman ketika menonton
film berbahasa Inggris karena setiap menonton harus terganggu teks, dia
kemudian memulai lagi petualangan baru. Bukan lagi masalah angka, tapi
kali ini bahasa Inggris.
Les bukanlah jalan yang dia ambil. Dia
mengaku lebih senang mempelajari semua dari buku. ”Buku kan banyak.
Mengapa harus les?” ujarnya.
Sedikit demi sedikit dia mengembangkan
kemampuannya dalam hal bahasa Inggris. Sebagai langkah awal, Dimas
mendengar dan melihat adegan film tanpa melihat teks. Baru kalau tidak
mengerti, dia akan melihat teks atau mencarinya di kamus. Sebab,
terkadang teks film tak selalu sama dengan arti sebenarnya.
Di bidang satu ini pun kemampuannya
berkembang pesat. Dalam waktu singkat dia berhasil menguasai bahasa
Inggris secara utuh, mulai percakapan, pola kalimat, hingga
perbendaharaan kata.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar