Liem Sioe Liong yang
mulai mengenal Indonesia pada usia 20 tahun, kurang lebih 45 tahun lalu,
mengatakan, “Anda harus dilahirkan di tempat dan waktu yang benar.”
Dan, Anthony Salim – putranya yang bernama kelahiran Liem Fung Seng -,
ikut berkomentar kepada majalah yang sama, “Jika anda ingin menangkap
seekor ikan, pertama-tama anda harus membeli umpan.”
Kalimat pendek yang cenderung merupakan
ungkapan dalam sastra Indonesia itu, sebenarnya gambaran prinsip mereka
berdagang di Indonesia sampai merembes ke kancah Internasional. Dengan
grup yang ia pimpin, Soedono Liem Salim kelahiran Fukien, 1916 yang
bermula bersama kakaknya: Liem Sioe Hie, membantu paman mereka berdagang
minyak kacang di Kudus-Jawa Tengah, anak kedua dari tiga bersaudara ini
bisa menggaji 25 ribu tenaga kerja. Dari Eksekutif Senior sampai sopir
truk yang jumlahnya tak kurang dari 3000 armada termasuk pengangkut
semen perusahaan Liem Cs.
Terkaya di Indonesia,
memiliki 40 perusahaan, Liem Sioe Liong dengan para kamradnya
menghasilkan omset bisnis tak kurang dari US$ 1 milyar setahun. Konon
kekayaan pribadi Liem sendiri, ada yang menyebutkan, sekitar US$ 1,9
milyar = Rp. 1,2 triliun.
Di kalangan pedagang Tionghoa Indonesia
dia terkenal dengan sebutan “Liem botak”. Sejarah orang bernama Liem
Sioe Liong (60 tahun) dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di
bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1918.
Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie –
kini berusia 77 tahun – sejak tahun 1922 telah lebih dulu beremigrasi ke
Indonesia – yang waktu itu masih pajahan Belanda – kerja di sebuah
perusahaan pamannya di kota Kudus. Di tengah hiruk pikuknya usaha
ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun
kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem
Sioe Liong mengikuti jejak abangnya yang tertua. Dari Fukien, ia
Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda yang
membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk kemudian sampai di
Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik
rokok kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan
cengkeh. Dan sejak jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi
supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan bahan baku tersebut dari
Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian
melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak
heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe
Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil. Dulu juga dia, banyak
mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai.
Untuk melicinkan semua usahanya dibidang
keuangan, dia punya beberapa buah bank seperti Bank Windu Kencana dan
Bank Central Asia. Di tahun 1970-an Bank Central Asia ini telah
bertumbuh menjadi bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total
asset sebesar US$ 99 juta.
Salah satu peluang besar yang diperoleh
Liem Sioe Liong dari Pemerintah Indonesia adalah dengan didirikannya PT.
Bogasari pada bulan Mei 1969 yang memonopoli suplai tepung terigu untuk
Indonesia bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk Indonesia,
di samping PT. Prima untuk Indonesia bagian Timur. Hampir di setiap
perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin
Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien.
Bogasari sebuah perusahaan swasta yang
paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan
pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa
dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.
Begitu perkasanya dia di bidang
perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin menjadi titik tolak majalah
Insight, Asia’s Business Mountly terbitan Hongkong dalam penerbitan
bulan Mei tahun ini, menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong
berpakaian gaya Napoleon Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli
lencana-lencana perusahaannya. Perusahaan holding company-nya bernama PT
Salim Economic Development Corporation punya berbagai macam kegiatan
yang dibagi-bagi atas berbagai jenis divisi; masing-masing adalah: (1)
divisi perdagangan, (2) divisi industri, (3) divisi bank dan asuransi,
(4) divisi pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi
hutan), (5) divisi properti yang bergerak dibidang real estate,
perhotelan, dan pemborong, (6) divisi perdagangan eceran dan (7) divisi
joint venture. Setiap divisi membawahi beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroan-perseroan terbatas.
Berbagai kemungkinan untuk lebih
mengembangkan lajunya perusahaan sekalipun tidak akan meningkatkan
permodalan, seperti go-public di pasar saham Jakarta, - dilangsungkan
group Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan maupun isu bisnis
yang mengancam perusahaannya, nampak tak membuat Liem cemas. Seperti
katanya kepada Review, “Jika anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan
orang, anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang anda yakini.”
Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di
Kudus yang juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim
si Raja Dagang Indonesia, belakangan ini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar